00.39

Asfiksia Neonatorum

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut A. Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SPOG, 1999).
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan (Sinopsis Obstetri, 1998).

B. Etiologi
Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusui dengan pernafasan teratur, bila terjadi gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi Asfiksia janin atau neonatus.
Towell (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang terdiri dari :
- Faktor ibu
- Faktor placenta
- Faktor janin atau neonatus
- Faktor persalinan

C. Gejala dan Tanda
Gejala Asfiksia Neonatorum yang khas antara lain meliputi :
- Nafas cepat
- Pernafasan cuping hidung

- Sianosis
- Nadi cepat

D. Patofisiologi
Gangguan pertukaran gas dan transport O2, dapat terjadi dalam kehamilan atau pesalinan yang bersifat menahun dan atau mendadak, kelainan menahun seperti jika ion yang buruk atau penyakit yang menahun pada ibu (anemia, hipertensi, penyakit jantung, dll).
Antenatal ibu yang teratur, kelainan yang bersifat mendadak, yang umumnya terjadi pada persalinan hampir selalu mengakibatkan anoreksia/hipoksia yang berakhir tentang asfiksia bayi.


E. Penatalaksanaan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan diberikan perawatan pada bayi yang mengalami asfiksia meliputi :
1. Pengenalan Bayi Risiko Tinggi
Dalam asfiksia dikenal tiga tahapan yaitu :
a. Vigorous baby atau asfiksia ringan, apgar skore 7 10 dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Mild-moderate asfiksia (asfiksia sedang), apgar skore 4 6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit, tonus otot kurang baik, sianosis.
c. Asfiksia berat apgar skore 0 3 pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat refleksi, iritabilitas tidak ada.
2. Persiapan Alat-alat Resusitasi
- Meja resusitasi dengan kemiringan kurang darri 10 derajat
- Guling kecil untuk menyangga/ekstensi
- Lampu untuk memanaskan badan bayi
- Penghisap slim
- Okksigen
- Spedd ukuran 2,5 cc atau 10 cc
- Penlon back atau penlon masker
- ETT (Endo trakheal tube)
- Loringoskop
- Obat-obatan
Natrium bikarbonat 7,5% (meylon)
Doktrosa 40%
Kalsium glukonas
Adrenalin

Dektrase 5%
Dan infus set

Langkah-langkah Resusitasi meliputi :
1. Pertahankan jalan bebas, jika perlu dengan instubasi endotrakheal
2. Bangkitkan nafas spontan dengan stimulasi taktik atau tekanan positif dengan bag and masuk atau lewat pipa endotracheal
3. Pertahankan sirkulasi dengan kompresi dada atau bantuan obat-obatan.

Resusitasi dilakukan tindakan sebagai berikut :
a. Menerima bayi dengan kain hangat
b. Letakkan bayi pada posisi ekstensi
c. Bersihkan jalan nafas dengan penghisap lendir pada hidung kemudian disekitar mulut
d. Bila tidak berhasil dirangsang lagi dengan menepuk telapak kaki atau menekan dada
e. Bila tidak berhasil juga gunakan penlon bag dengan pemompaan 40-60 x/menit
f. Bila tidak berhasil juga biasanya ddipasang ETT lalu bantu dengan alat pernafasan (respirator)
g. Bila nafas positif tetapi masih baru dapat diberikan suntikan bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc dicampur dengan dextrose 40% sebanyak 4 cc dimasukkan melalui vena umbilikalis perlahan-lahan. Tindakan koreksi bienat dan dextrose hanya dilakukan bila pernafasan sudah ada walaupun belum teratur.
h. Bila pada tindakan resusitasi tidak terdapat penlon bag (ambu bag) lakukan ressusitasi dengan cara mouth to mouth atau disebut juga pernafasan kodok dengan syarat : pada bayi peniupan hanya dilakukan dengan peniupan dari mulut yang dikembangkan, karena paru-paru bayi masih kecil, jadi tidak dengan bantuan kekuatan peniupan darii perut.
i. Bila bayi hendak dikirim sebaiknya diinfus dengan dextrose 5% dicampur bikarbonat 7,5% dengan perbandingan 4 : 1 dengan menggunakan burret mikro 6-8 tetes/menit untuk berat badan rata-dari 3000 gram.
j. Bila bayi mengalami hipoglikemia suntikan dekstrrose 40% sebanyak 2 cc/kgg BB melalui vena umbilikalis, bila diberikan melalui vena perifer harus diencerkan lagi dengan perbandingan 1 : 1 yaitu dekstrose 40% sebanyak 6 cc dicampur dengan dekstrose 5% sebanyak 6 cc.

F. Komplikasi
- Edema otak
- Perdarahan otakk
- Anuria atau oliguria
- Hiperbilirubbinemia
- Enterokolitas retrotikans
- Kejang
- Koma

G. Langkah-langkah Pengkajian
Secara umum pengkajian pada kasus asfiksia neonatus diutamakan pada sistim pernafasan dan kardio vaskuler dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab terjadinya Asfikksia Neonatus termasuk penilaian apgar score.


Klinis 0 1 2
Detak Jantung- Pernafasan- Refleks waktu jalan nafas dibersihkan- Tonus- Warna kulit Tidak adaTidak adaTidak adaLunglaiBiru / pucat (100 x/meniit)Tidak teratur MenyeringaiFleksiElektromitas (lemah)Tubuh merahEletremitas biru > 100 /menitTangis kuatBatuk/beratFleksi kuat gerak aktifMerah seluruh tubuh







BAB III
TINJAUAN KASUS SECARA TEORITIS

A. Pengkajian
Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengkajian yaitu :
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Pada kasus ini biasanya dapat dilihat
a. Pernafasan cepat
b. Pernafasan cuping hidup
c. Sianosis
d. Nadi cepat
3. Riwayat kehamilan/persalinan
4. Kaji frekuensi jantung
5. Menilai refleks rangsangan
6. Keadaan tonus otot melemah
7. Denyut jantung janin
Denyut jantung janin normal antara 120 sampai 160 kali/menit
Terjadinya gawat janin menimbulkan perubahan denyut jantung janin.
- Meningkat 160 x/menit tingkat permulaan
- Mungkin jumlah sama dengan normal tapi tidak teratur
8. Mekoneum dalam air ketuban
Pengeluaran mekoneum pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfungter ani terbuka.


B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoxia janin.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan respon imunologis imatur.

C. Perencanaan
1. DX I
Tujuan : Pola nafas kembali efektif.
Intervensi :
- Lakukan resusitasi
- Observasi pernafasan setiap kurang lebih 2 jam
- Observasi pergerakan bayi
- Bungkus dan hangatkan bayi
- Jika menggunakan ETT menghisap lendir melalui ETT
- Berikan cairan infus sesuai dengan program terapi.

2. DX II
Tujuan : Bebas dari infeksi.
Intervensi :
- Diskusikan perkembangan bayi baru lahir dan faktor individu
- Tinjau ulang tanda-tanda infeksi pernafasan atas dan orang tua
- Anjurkan peninggian kepala bayi atau bahu dengan menaikkan matras tempat tidur bayi sampai sudut 30 derajat bila bayi sulit bernafas
- Anjurkan mengobservasi feses terhadap pasase mukus
- Anjutkan untuk memberi air hangat yang steril
- Pada bayi diantara pemberian makan reguler dua kali sehari
- Instruksikan orang tua untuk tidak memberi obat bayi tanpa mendiskusikan tindakan dengan memberi pelayanan kesehatan.

Rasionalisasi :
- Bayi terutama rentan pada coryza, atau flu, yang paling disebabkan oleh rino virus dan respons imunologi imatur
- Menegaskan pembelajaran orang tua untuk membantu mereka dalam identifikasi masalah pernafasan bayi
- Meningkatkan kapasitas dada vertikal dan ekspansi paru dengan penurunan diafragma, memudahkan drainase mukus kedalam lambung
- Karena bayi tidak dapat meniupkan hidung, kelebihan mukus dikeluarkan melalui saluran gantrointestinal dengan feses
- Meningkatkan hidrasi untuk mencairkan sekresi
- Informasi tentang pemberian obat-obatan, kapan waktu menggunakan dan tidak menggunakannya, membantu orang tua untuk mengetahi kapan akan meminta bantuan.


BAB IV
P E N U T U P

A. Kesimpulan
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan.
Tanda yang timbul biasanya berupa nafas cepat, pernafasan dengan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Diagnosa atau masalah yang dilakukan antara lain adalah ketidak efektifan jalan nafas, risiko tinggi infeksi.

B. Saran
Adapun saran-saran yang ingin disapaikan penulis adalah :
1. Dalam penerapan asuhan keperawatan dengan Asfiksia Neonatorum sebaiknya masalah dikaji secara lengkap agar dapat menegakkan diagnosa dengan tepat dan masalah dapat diatasi dengan baik.
2. Dalam melakukan tindakan keperawatan pada klien sebaiknya dibuat rencana tindakan sesuai dengan prioritas masalah yang akan diatasi terlebih dahulu agar masalah dapat teratasi dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

- Dra. Jumiarni, dkk. Asuhan Keperawatan Perinatal. EGC. 1994. Jakarta.
- Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan. EGC. 1999. Jakarta.
- Prof. Dr. Rustam Moehtar, MPH. Sinopsis Ostetri Jilid I Edisi 2. EGC. 1990. Jakarta.

0 komentar: