Kemaren siang tiba-tiba si kecil yang sedang main di rumah tetangga pulang ke rumah sambil gedor-gedor pintu. Dia berteriak, "Abi...! Dede ngggak boleh masuk ke rumah teteh..." belum sempet saya bertanya lebih lanjut, maka sekonyong-konyong meledaklah tangisan anak saya tersebut. Tangisan yang tak seperti biasanya;dengan intensitas suara yang tinggi dia menjerit-jerit, juga menjatuhkan diri di lantai dan berguling-guling. Saya yang berusaha untuk menenangkannya hampir kewalahan karena mau dipeluk pun ia berontak sambil melengkungkan tubuhnya berusaha melepaskan diri. Dan hal tersebut berlangsung cukup lama.
Mungkin di antara sobat sekalian yang sudah memiliki buah hati, pernah juga mengalami hal yang sama seperti pengalaman saya. Yups itulah yang namanya "temper tantrum" atau lebih dikenal dengan sebutan "tantrum" saja. Yakni ekspresi marah yang nyaris histeris; luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol. Manifestasi tantrum ini beragam, mulai dari (hanya) merengek dan menangis saja, menjerit-jerit, mengguling-gulingkan badan di lantai, menendang, memukul, mencakar, bahkan ada yang sampai beraksi menahan nafas. Tantrum sering muncul pada anak usia 1 hingga 3 tahun, meskipun tidak selalu berarti perilaku ini akan menghilang dengan sendirinya setelah anak mencapai usia 3 tahun. Biasanya, tantrum ini berlangsung selama 30 detik sampai 2 menit dan intensitas tertinggi terjadi pada 30 detik pertama.
Tantrum bisa muncul kapan saja dan dimana saja. Tak peduli di rumah, dalam perjalanan ataupun ditengah keramaian. Tak ayal ini membuat orangtua lumayan kalang-kabut. Daripada bingung terus menerus- yang malah akan berujung stress- dengan perilaku ini, lebih baik kita sebagai orangtua menyisihkan waktu untuk sedikit mempelajari seluk beluk tantrum.
Anak mengalami tempertantrum ketika merasa frustasi. Frustasi karena banyak yang ingin dilakukan tetapi tidak bisa, berkomunikasi tidak nyambung, jadi biasanya diekspresikan dengan berteriak, menangis dan merajuk.
Kalo anak sudah kumat seperti ini, sahabat tidak usah panik dan tetap bersifat suportif terhadap anak, tak perlu marah atau bahkan memukul (emang gampang sich kalo ngomong mah, kalo ngalamin sendiri kadang kesalnya minta ampun, terpaksa kita deh yang berteriak dalam hati atau ikut-ikutan berteriak pula hehe). Katanya lagi, anak belajar ngamuk dari orang-orang terdekat,nah loh.
Mengapa Anak Tantrum?
Sesungguhnya tantrum adalah bagian dari perkembangan anak. Ini memang suatu fase normal yang dilalui oleh semua anak. Bahkan anak-anak yang paling baik sekalipun, sekali waktu juga pernah tantrum. Menurut pakar psikologi anak, temperamen anak juga mempengaruhi kecenderungan tantrum. Anak yang bertemperamen sulit cenderung mudah tantrum.
Sesekali, sebagai orangtua, kita perlu juga memandang dunia ini dari sudut pandang anak. Seiring dengan pertambahan umurnya, anak semakin memahami lingkungannya. Mereka tahu bahwa ada banyak sekali pilihan di sekelilingnya. Di mata anak, semuanya menarik sehingga mereka ingin memiliki atau menguasai semuanya. Tak seperti orang dewasa, anak-anak (batita dan balita) memiliki keterbatasan dalam mengendalikan maupun menyalurkan emosinya. Maka, ketika keinginannya tak terpenuhi, mereka menyalurkan rasa frustasinya lewat satu-satunya cara yang ia kuasai benar, tantrum! (seperti kasus anak saya di atas yang tidak boleh masuk ke rumah teman bermainnya... :) )
Memahami faktor-faktor pemicu tantrum adalah bekal orangtua untuk menyikapi perilaku ini dengan kepala dingin.
Tak mampu mengungkapkan keinginannya Umumnya anak usia batita memiliki keterbatasan bahasa. Tapi, meski kosakatanya belum banyak, anak usia 1 tahun telah memahami banyak hal, lho! Pemahamannya melebihi kemampuan verbalnya. Coba sahabat bayangkan, bagaimana jika orang yang sahabat ajak komunikasi tak kunjung mengerti maksud sahabat? Seperti itulah yang dirasakan si kecil. Biasanya, tantrum akan berkurang seiring dengan meningkatnya kemampuan bicara anak.
Terhalangnya keinginan untuk mandiri Anak usia batita mulai tumbuh rasa kemandiriannya. Mereka ingin dan merasa bisa melakukan berbagai hal yang dilakukan oleh orangtuanya. Ketika sahabat melarangnya, maka ia menyalurkan rasa frustasinya melalui tantrum.
Tak mampu menguasai/melakukan suatu hal Anak bisa frustasi karena tak berhasil melakukan sesuatu hal yang ia anggap mampu lakukan. Misalnya, tak berhasil membuka kancing bajunya sendiri, atau tak bisa membuka tutup botol.
Ditolak permintaannya ini yang sering terjadi di toko atau supermarket, ketika Anda tak mengabulkan permintaan anak.
Lelah, lapar dan/atau merasa tak nyaman anak cenderung mudah meledak ketika mereka merasa lelah, lapar atau tidak nyaman.
Mencari perhatian kadangkala anak tantrum untuk menarik perhatian orangtuanya. Dorothy Einon, seorang pakar perilaku anak di Inggris mengatakan, anak tidak akan tantrum dengan orang yang tidak ia cintai.
Suasana hatinya memang sedang buruk Bad mood bukan monopoli orang dewasa, anak batita juga bisa, lho! Bukan tak mungkin si kecil terbangun di pagi hari dengan suasana hati yang kurang baik, dan tetap seperti itu sepanjang hari. Kalau sudah begini, lebih baik Anda bersiap-siap jika sewaktu-waktu terjadi ledakan
Berikut adalah tips yang sahabat bisa lakukan bila si kecil mengalami ledakan "tantrum" :
- Tetap tenang. Beri anak waktu menguasi diri nya sendiri
- Jangan hiraukan anak hingga dia bisa lebih tenang
- Lakukan apapun yang sedang anda lakukan selama masa tantrum berlangsung
- Jangan memukul atau melakukan hukuman fisik apapun
- Jangan menyerah pada tantrum anak, begitu menyerah mereka akan belajar mempergunakan perilaku tak pada tempatnya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan
- Jangan menyuap anak dengan hadiah untuk menghentikantantrum. Anak-anak akan belajar bertindak tak semestinya untuk mendapatkanya
- Singkirkan barang-barang yang berpotensi bahaya dari jangkuan anak-anak
0 komentar:
Posting Komentar