23.48

artikel keperawatan jiwa umum

Kesehatan Jiwa (mental health) adalah status kinerja fungsi kejiwaan yang baik yang memberikan hasil berupa aktivitas yang produktif, penjalinan hubungan dengan orang lain dan suatu kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan dan dapat mengatasi permasalahan yang adaDefinisi Keperawatan Jiwa menurut beberapa ahli, yaitu :
1. Menurut American Nurses Associations (ANA)
Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations).
2. Menurut WHO
Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung, komunikasi dan management, bersifat positif yg menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yg bersangkutan.
3. Menurut UU KESEHATAN JIWA NO 03 THN 1966
Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional secara optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dgn orang lain.

B. Kriteria Kesehatan Jiwa
Adapun Kriteria Kesehatan Jiwa adalah :
1. Sikap positif terhadap diri sendiri
2. Pertumbuhan, perkembangan dan aktualisasi diri
3. Integrasi dan ketanggapan emosional
4. Otonomi dan kemantapan diri
5. Persepsi realitas yang akurat
6. Penguasaan lingkungan dan kompetensi sosial

C. Intervensi Kesehatan Jiwa
Intervensi Keperawatan Jiwa meliputi 3 area aktivitas :
1. Pencegahan Primer
Menurunkan insiden penyakit dalam komunitas dengan mengubah faktor penyebab sebelum hal tersebut membahayakan (meningkatkan kesehatan dan pencegahan penyakit).
2. Pencegahan Skunder
Deteksi dini dan penanganan masalah kesehatan (penyakit aktual).
3. Pencegahan Tertier
Penurunan gangguan / kecacatan yang diakibatkan oleh penyakit.

D. Tatanan Kesehatan Jiwa
Meliputi Pelayanan di rumah, program rawat inap parsial, pusat pusat penitipan, panti asuhan / rumah kelompok, hospices, asosiasi perawat kunjungan, unit kedaruratan, klinik pelayanan utama, sekolah, penjara, industri, fasilitas pengelolaan perawatan, organisasi pemeliharaan kesehatan.

E. Pembagian Kesehatan Jiwa
3 Macam Asuhan Praktik Keperawatan Jiwa :
1. Aktivitas asuhan langsung
2. Komunikasi
3. Penatalaksanaan

F. Tugas dan Fungsi Kesehatan Jiwa
Tugas Aktivitas Perawatan Jiwa :
- Membuat pengkajian kesehatan biopsiko sosial
- Merancang dan mengimplementrasikan rencana tindakan untuk pasien dan keluarga dengan masyarakat kesehatan yang kompleks dan kondisi yang menimbulkan sakit.
- Berperan serta dalam aktivitas pengelolaan kasus
- Memberikan pedoman pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan kelompok untuk menggunakan sumber yang tersedia.
- Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental serta mengatasi pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling
- Memberikan asuhan kepada mereka yang mengalami penyakit fisik dengan masalah psikologik dan penyakit jiwa dengan masalah fisik
- Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga, staf dan pembuat kebijakan.


Fungsi dan Jenis Aktivitas Perawatan Jiwa :
1. Legislasi praktek perawat
2. Kualifikasi perawat, termasuk pendidikan, pengalaman kerja dan status sertifikasi
3. Tatanan praktek perawat
4. Tingkat kompetensi personal dan inisiatif perawat

H. Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa
Prinsip keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan.
- Manusia
Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi dan bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan. Setiap individu mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting. Setiap individu mempunyai harga diri dan martabat. Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai aktualisasi diri. Setiap individu mempunyai kemampuan untuk berubah dan keinginan untuk mengejar tujuan personal. Setiap individu mempunyai kapasitas koping yang bervariasi. Setiap individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputuasan. Semua perilaku individu bermakna dimana perilaku tersebut meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.
- Lingkungan
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas. Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu.
- Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui perawatan yang adekuat.
- Keperawatan
Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik.
Metodologi dalam keperawatan jiwa adalah menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan menyadari diri sendiri, lingkungan, dan interaksinya dengan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan. Klien bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat untuk mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang konstruktif sehingga akhirnya klien belajar cara penanganan masalah yang merupakan modal dasar dalam menghadapi berbagai masalah.
Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal ( Carpenito, 1989 dikutip oleh Keliat,1991).
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut, yaitu proses keperawatan. Penggunaan proses keperawatan membantu perawat dalam melakukan praktik keperawatan, menyelesaikan masalah keperawatan klien, atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis, sistematis, dan terorganisasi. Pada dasarnya, proses keperawatan merupakan salah satu teknik penyelesaian masalah (Problem solving).
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien klien berubah.
Tahap demi tahap merupakan siklus dan saling bergantung. Diagnosis keperawatan tidak mungkin dapat dirumuskan jika data pengkajian belum ada. Proses keperawatan merupakan sarana / wahana kerja sama perawat dan klien. Umumnya, pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran klien, namun pada proses sampai akhir diharapkan sebaliknya peran klien lebih besar daripada perawat sehingga kemandirian klien dapat tercapai. Kemandirian klien merawat diri dapat pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi dan / atau masalah teratasi.
Keperawatan Jiwa merupakan suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya. Praktik keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu-ilmu psikososial, biofisik, teori-teori kepribadian dan perilaku manusia untuk menurunkan suatu kerangka kerja teoritik yang menjadi landasan praktik keperawatan.
Kesehatan jiwa merupakan kondisi yang memfasilitasi secara optimal dan selaras dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan, keharmonisan fungsi jiwa, yaitu sanggup menghadapi problem yang biasa terjadi dan merasa bahagia. Sehat secara utuh mencakup aspek fisik, mental, sosial, dan pribadi yang dapat dijelaskan sebagi berikut.Kesehatan fisik, yaitu proses fungsi fisik dan fungsi fisiologis, kepadanan, dan efisiensinya.
Indikator sehat fisik yang paling minimal adalah tidak ada disfungsi, dengan indikator lain (mis. tekanan darah, kadar kolesterol, denyut nadi dan jantung, dan kadar karbon monoksida) biasa digunakan untuk menilai berbagai derajat kesehatan. Kesehatan mental/psikologis/jiwa, yaitu secara primer tentang perasaan sejahtera secara subjektif, suatu penilaian diri tentang perasaan seseorang, mencakup area seperti konsep diri tentang kemampuan seseorang, kebugaran dan energi, perasaan sejahtera, dan kemampuan pengendalian diri internal, indikator mengenai keadaan sehat mental/psikologis/jiwa yang minimal adalah tidak merasa tertekan/ depresi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, dan sosial individu secara optimal, dan selaras dengan perkembangan dengan orang lain.
Kesehatan sosial, yaitu aktivitas sosial seseorang. Kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas, berperan, dan belajar berbagai keterampilan untuk berfungsi secara adaptif di dalam masyarakat. Indikator mengenai status sehat sosial yang minimal adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas dan keterampilan dasar yang sesuai dengan peran seseorang.
Kesehatan pribadi adalah suatu keadaan yang melampaui berfungsinya secara efektif dan adekuat dari ketiga aspek tersebut di atas, menekankan pada kemungkinan kemampuan, sumber daya, bakat dan talenta internal seseorang, yang mungkin tidak dapat/ akan ditampilkan dalam suasana kehidupan sehari-hari yang biasa.
Menurut pedoman asuhan keperawatan jiwa rumah sakit umum atau pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) sehat pribadi berarti bahwa di dalam diri seseorang terdapat potensi dan kemampuan untuk memenuhi dan menyelesaikan dimensi lain dari dirinya, hal yang tidak bersifat instrumental, dan yang memungkinkan perkembangan optimal seseorang. Indikator minimal dari kesehatan pribadi adalah ada minat yang nyata terhadap aktivitas dan pengalaman yang memungkinkan seseorang untuk menembus keadaan status quo.
Psikiatri dan kesehatan jiwa Indonesia menggunakan pendekatan elektik-holistik yang melihat manusia dan perilakunya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, sebagai kesatuan yang utuh dari unsur-unsur organo-biologis (bio-sistem), psiko edukatif/ psikodinamik (psiko-sistem), dan sosio-kultural (sosio-sistem).
Pendekatan ini berarti bahwa kita harus dapat melihat kondisi manusia dan perilakunya, baik dalam kondisi sehat maupun sakit, secara terinci detail dalam ketiga aspek tersebut di atas (ekletik), tetapi menyadari bahwa ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang utuh sebagai satu sistem (holistik).
Jadi jelas dengan pendekatan ini kita memperhatikan faktor psikologis dan sosial atau psikososial di samping faktor biologis di dalam melaksanakan upaya kesehatan.
Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehaan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, saperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan bermacam gejala dan disebabkan berbagai hal. Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dalam menyelesaikan masalah juga bervariasi.
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Klien mungkin menghindar atau menolak berperan serta dan perawat mungkin cenderung membiarkan, khususnya terhadap klien yang tidak menimbulkan keributan dan tidak membahayakan.
Hal itu harus dihindari karena :
- Belajar menyelesaikan masalah akan lebih efektif jika klien ikut berperan serta.
- Dengan menyertakan klien maka pemulihan kemampuan klien dalam mengendalikan kehidupannya lebih mungkin tercapai.
- Dengan berperan serta maka klien belajar bertanggung jawab terhadap pelakunya.

I. Manfaat Keperawatan Kesehatan Jiwa
a. Bagi Perawat
- Peningkatan otonomi, percaya diri dalam memberikan asuhan keperawatan.
- Tersedia pola pikir/ kerja yang logis, ilmiah, sistematis, dan terorganisasi.
- Pendokumentasian dalam proses keperawatan memperlihatkan bahwa perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
- Peningkatan kepuasan kerja.
- Sarana/wahana desimasi IPTEK keperawatan.
- Pengembangan karier, melalui pola pikir penelitian.

b. Bagi Klien
- Asuhan yang diterima bermutu dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
- Partisipasi meningkat dalam menuju perawatan mandiri (independen care).
- Terhindar dari malpraktik.

J. Peran dan Fungsi Perawat Jiwa Defenisi dan Uraian Keperawatan Jiwa
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA mendefiniskan keperawatan kesehatan jiwa sebagai Suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan pengunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik kontemporer keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan.
Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen historis aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompetensi klinis, advokasi pasien-keluarga, tanggung jawab fiskal, kolaborasi antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik.
Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik keperawatan.
Berikut ini adalah dua tingkat praktik keperawatan klinis kesehatan jiwa yang telah diidentifikasi.
1. Psychiatric-mental health registered nurse (RN)
Perawat terdaftar berlisensi yang menunjukkan keterampilan klinis dalam keperawatan kesehatan jiwa melebihi keterampilan perawat baru di lapangan. Sertifikasi adalah proses formal untuk mengakui bidang keahlian klinis perawat.
2. Advanced practice registered nurse ini psychiatric-mental health (APRN-PMH)
Perawat terdaftar berlisensi yang minimal berpendidikan tingkat master, memiliki pengetahuan mendalam tentang teori keperawatan jiwa, membimbing praktik klinis, dan memiliki kompetensi keterampilan keperawatan jiwa lanjutan. Perawat kesehatan jiwa pada praktik lanjutan dipersiapkan untuk memiliki gelar master dan doktor dalam bidang keperawatan atau bidang lain yang berhubungan.

3. Rentang Asuhan Tatanan Tradisional
Untuk perawat jiwa meliputi fasilitas psikiatri, pusat kesehatan jiwa masyarakat, unit psikitari di rumah sakit umum, fasilitas residential, dan praktik pribadi. Namun, dengan adanya reformasi perawatan kesehatan, timbul suatu tatanan alternatif sepanjang rentang asuhan bagi perawat jiwa.
Banyak rumah sakit secara spesifik berubah bentuk menjadi sistem klinis terintegrasi yang memberikan asuhan rawat inap, hospitalisasi parsial atau terapi harian, perawatan residetial, perawatan di rumah, dan asuhan rawat jalan.
Tatanan terapi di komunitas saat ini berkembang menjadi foster care atau group home, hospice, lembaga kesehatan rumah, asosiasi perawat kunjungan, unit kedaruratan, shelter, nursing home, klinik perawatan utama, sekolah, penjara, industri, fasilitas managed care, dan organisasi pemeliharaan kesehatan.
Tiga domain praktik keperawatan jiwa kontemporer meliputi :
(1) Aktivitas asuhan langsung
(2) Aktivitas komunikasi
(3) Aktivitas penatalaksanaan
Fungsi penyuluhan, koordinasi, delegasi, dan kolaborasi pada peran perawat ditunjukkan dalam domain praktik yang tumpang tindih ini.Berbagai aktivitas perawat jiwa dalam tiap-tiap domain dijelaskan lebih lanjut. Aktivitas tersebut tetap mencerminkan sifat dan lingkup terbaru dari asuhan yang kompeten oleh perawat jiwa walaupun tidak semua perawat berperan serta pada semua aktivitas.
Selain itu, perawat jiwa mampu melakukan hal-hal berikut ini:
- Membuat pengkajian kesehatan biopsikososial yang peka terhadap budaya.
- Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk pasien dan keluarga yang mengalami masalah kesehatan kompleks dan kondisi yang dapat menimbulkan sakit.
- Berperan serta dalam aktivitas manajemen kasus, seperti mengorganisasi, mengakses, menegosiasi, mengordinasi, dan mengintegrasikan pelayanan perbaikan bagi individu dan keluarga.
- Memberikan pedoman perawatan kesehatan kepada individu, keluarga,dan kelompok untuk menggunakan sumber kesehatan jiwa yang tersedia di komunitas termasuk pemberian perawatan, lembaga,teknologi,dan sistem sosial yang paling tepat.
- Meningkatkan dan memelihara kesehatan jiwa serta mengatasi pengaruh gangguan jiwa melalui penyuluhan dan konseling.
- Memberikan asuhan kepada pasien penyakit fisik yang mengalami masalah psiokologis dan pasien gangguan jiwa yang mengalami masalah fisik.
- Mengelola dan mengordinasi sistem asuhan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga,staf, dan pembuat kebijakan.

Peran Perawat Kesehatan Jiwa :
- Pengkajian yg mempertimbangkan budaya
- Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
- Berperan serta dlm pengelolaan kasus
- Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental - penyuluhan dan konseling
- Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan
- Memberikan pedoman pelayana kesehatan

L. Model Keperawatan Kesehatan Jiwa
1. Psycoanalytical (Freud, Erickson)
Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt terjadi pada seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral).
Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas pada masa dewasa.
Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus.
Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien.
Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya).
2. Interpersonal ( Sullivan, peplau)
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya.
Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati.
Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Social ( Caplan, Szasz)
Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom).
Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environment manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial)
Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.
4. Existensial ( Ellis, Rogers)
Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-image-nya
Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and control behavior).
Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui feed back, kritik, saran atau reward & punishment.
5. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)
Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu.
Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon copinh adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan masalahnya.
Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.
6. Medica ( Meyer, Kraeplin)
Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna;Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. Jakarta: EGC.

Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Yosep,Iyus.2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT. Refika Aditama

05.07

artikel Asuhan Keperawatan medikal bedah

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan penyakit Jantung koroner

A. Pengertian.

Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Unsur lemak yang disebut palque dapat terbentuk didalam arteri, menutup dan membuat aliran darah dan oksigen yang dibawanya menjadi kurang untuk disuplai ke otot jantung. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.Etiologi

Pria dan wanita dapat terkena penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner dapat diturunkan secara turun temurun (keturunan). Mungkin juga merupakan perkembangan seperti pada usia lanjut dan pembentukan paque didalam arteri yang berlangsung lama. Anda bisa terkena penyakit jantung koroner jika anda mepunyai berat badan yang berlebihan (overweight) atau seseorang dengan tekanan darah tinggi dan diabetes. Kolesterol tinggi bisa juga menjadi penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner bersumber dari aneka pilihan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kebiasaan makan dengan tinggi lemak dan kurangnya olah raga.

Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan faktor penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah: # Diet kaya lemak # Merokok # Malas berolah raga.

Kolesterol dan Penyakit Arteri Koroner

Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya penyakit arteri koroner akan menurun.

Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga mempengaruhi resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan (dan bila perlu mengkonsumsi obat dari dokter) bisa menurunkan kadar kolesterol. Menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL bisa memperlambat atau mencegah berkembangnya penyakit arteri koroner.

Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang memiliki faktor resiko berikut: # Merokok sigaret # Tekanan darah tinggi # Kegemukan # Malas berolah raga # Kadar trigliserida tinggi # Keturunan # Steroid pria (androgen).

Gejala

? Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau terbakar; dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang)

? Sesak napas

? Berdebar-debar

? Denyut jantung lebih cepat

? Pusing

? Mual

? Kelemahan yang luar biasa

Resiko dan insidensi

Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab utama kematian di USA.Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).

Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis sebagai berikut:

1. Sifat pribadi Aterogenik.

Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan & Stamler, 1991).

2. Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya.

Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik, penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan & Stamler, 1991).

3. Faktor resiko kecil dan lainnya.

Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada.

Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).

Pencegahan

Resiko terjadinya penyakit arteri koroner bisa dikurangi dengan melakukan beberapa tindakan berikut: # Berhenti merokok # Menurunkan tekanan darah # Mengurangi berat badan # Melakukan olah raga.

C. Patofisiologi

Penyakit jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons iskemik dari miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial dan tekanan pada dinding jantung.

Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen.

Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik menjadi hipokinetik.

Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.

Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).

D. Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko

Bila kebanyakan pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12 bulan tanpa terapi obat, maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi penyakit jantung koroner.

Secara sederhana di katakan peningkatan tekanan darh mempercepat arterosklerosis dan arteriosklerosis sehinggan ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahu lebih cepat daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses peningkatan tekanan darah yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam pembuluh darah, tetapi tekaan dalam beberpa cara terlibat langusng. Akibatnya, lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan vaskular.

Komplikasi utama dari penyakit arteri koroner

angina dan serangan jantung (infark miokardial).

Studi diagnostik

ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis.

Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.

Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.

Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.

Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.

Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.

Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.

Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.

Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.

PENANGGULANGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

1. Obat-obatan

2. Balon dan pemasangan stent

3. Operasi By-pass

4. EECP (Enhanced External Counter-Pulsation)

E. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Jantung Koroner

1. Pengkajian

a. Aktivitas dan istirahat

Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).

b. Sirkulasi

Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.

Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia.

Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.

Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.

Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).

Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal.

Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.

Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.

c. Eliminasi

Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.

d. Nutrisi

Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.

e. Hygiene perseorangan

Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.

f. Neoru sensori

Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.

g. Kenyamanan

Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin.

Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.

Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.

h. Respirasi

Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.

i. Interaksi sosial

Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.

j. Pengetahuan

Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.

2. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.

Rencana:

1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.

2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).

3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.

4. Ciptakn suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.

5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.

6. Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)

7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.

Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.

Rencana:

1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.

2. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.

3. Anjurkan pada pasien agar tidak ngeden pada saat buang air besar.

4. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.

5. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.

c. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.

Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.

Rencana:

1. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).

2. Kaji kualitas nadi.

3. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.

4. Auskultasi suara nafas.

5. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.

6. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.

7. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia.

d. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.

Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.

Rencana:

1. Kaji adanya perubahan kesadaran.

2. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.

3. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.

4. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).

5. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).

6. Monitor intake dan out put.

7. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.

e. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.

Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.

Rencana:

1. Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).

2. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.

3. Ukur intake dan output (balance cairan).

4. Kaji berat badan setiap hari.

5. Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.

6. Sajikan makan dengan diet rendah garam.

7. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.

Carpenito J.L. (1997). Nursing Diagnosis. J.B Lippincott. Philadelpia.

Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.

Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media aesculapius Universitas Indonesia. Jakarta.

Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. EGC Jakarta.

Lewis T. (1993). Disease of The Heart. Macmillan. New York.

Marini L. Paul. (1991). ICU Book. Lea & Febriger. Philadelpia.

Morris D. C. et.al, The Recognation and treatment of Myocardial Infarction and ItsComplication.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Departemen Kesehatan. Jakarta

05.03

artikel keperawatan medikal bedah

Lingkup praktek Keperawatan Medikal Bedah :

Keperawatan adalah profesi unik, profesi yang menangani respon manusia dalam menghadapi masalah kesehatan, dan secara esensial menyangkut kebutuhan dasar manusia, ini menempatkan art and science sama pentingnya.

Teori dan keterampilan keperawatan diaplikasikan pada manusia kadang-kadang kurang bias diprediksi (hasilnya). Ini terjadi bukan karena sains keperawatan tidak precise tetapi lingkup garapan keperawatan adalah respon manusia dan tidak ada ketentuan bahwa perilaku manusia akan sama dihadapkan pada stimulus yang sama. Human side dari keperawatan inilah yang disebut art atau kiat.
Nursing art berkenaan denagn ketrampilan-ketrampilan tehnis atau prosedur-prosedur tertentu sebagai bagian dari upaya keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalah kesehatannya dan memenuhi kebutuhan dasarnya.

Perawat harus dapat mengkaji kapan suatu data menjadi indikasi adanya masalah, dan perlakuan seperti apa untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karenanya tehnik problem solving yang dikenal dengan proses keperawatan harus dikuasai karena ini merupakan bagian integral dari praktek keperawatan.



Keperawatan pada dasarnya adalah human science and human care ; dan caring menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya (Watson,1985)



Konsep-konsep diatas , human science and human care dan atau art and science

Hanya akan dikenal dan dirasakan konsumen keperawatan melalui perwujudan praktek keperawatan, dan untuk itu dibutuhkan telaah tentang lingkup lingkup praktek keperawatan. Pada tulisan kali ini dikemukakan telaah lingkup praktek keperawatan medikal-bedah:substansi praktek keperawatan, lingkup intervensi dan konsekwensi profesionalnya.





KEPERAWATAN DAN PRAKTEK KEPERAWATAN



Keperawatan sebagaimana dirumuskan oleh American Nurses Association (1980), adalah Diagnosis and treatment of human responses to actual or potential health problem, rumusan ini menekankan bahwa dalam keperawatan dibutuhkan aktifitas untuk menelaah kondisi klien/pasien, menyimpulkan respon klien terhadap masalah yang dihadapinya; serta menentukan perlakuan keperawatan yang tepat untuk mengatasinya.

ICN (1987) merumuskan nursing sebagai



NURSING encompasses autonomous and collaborative care of individuals of all ages

,family, groups and communities, sick or well and in all settings. Nursing includes the

promotions of health, prevention of illness and the care of ill, disable and dying people.

Advocacy,promotion of save environment, research, participation in shaping health

Policy and in patient and health system management, and education are also key

Nursing roles.



Rumusan diatas menuntun makna bahwa intervensi keperawatan terhadap klien dilakukan secara otonom atau kolaboratif dengan lingkup intervensi nya adalah upaya-upaya promotif, preventif, restoratif dan rehabilitatif serta pendampingan klien dalam menghadapi kematian; melalui aktifitas-aktifitas pendampingan klien,mengupayakan lingkungan yang aman bagi klien, penelitian dan terlibat dalam menentukan kebijakan kesehatan yang menyangkut kepentingan pasien dan system kesehatan serta pendidikan.

Sedangkan OREM (2001) mendiskripsikan keperawatan keperawatan sebagai



Nursing has its special concern mans need for self-care action and the provision and

maintenance of it on a continuous basis in order to sustain life and health, recover

from disease and injury and cope with their effects. The condition that validates the

existence of a requirement for nursing in an adult is the absence of the ability to

maintain .self-care.



Dari deskripsi diatas, Orem menekankan pentingnya tindakan intervensi untuk mengutamakan kebutuhan seseorang akan self-care nya dan upaya yang terus menerus untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatannya, pulih dari penyakit dan trauma serta mengatasi dampaknya. Pada orang dewasa bantuan keperawatan dibutuhkan bila seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan selfcare nya sehingga ybs tidak lagi dapat mempertahankan kondisi sehat, mengatasi penyakit dan dampak trauma.



Dari 3 deskripsi tentang keperawatan diatas, dapat dikemukakan bahwa unsur-unsur penting dalam keperawatan adalah ;

Respon manusia terhadap masalah kesehatan baik actual maupun potensial

merupakan fokus telaahan keperawatan

Kebutuhan dasar manusia, penyimpangan dan upaya pemenuhannya

merupakanlingkup garapan keperawatan

Ketidak mampuan klien untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri (self-care

deficit) merupakan basis intervensi keperawatan , baik itu terjadi karena

meningkatnya tuntutan akan kemandirian atau menurunnya kemampuan untuk dapat

memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.

Meningkatnya tuntutan atau menurunnya kemampuan untuk pemenuhan kebutuhan

dasarnya dipengaruhi oleh fluktuasi kondisi ( sepanjang rentang sehat-sakit ) pada

tugas perkembangann tertentu ( sepanjang daur kehidupan)

.

Unsur-unsur penting dalam keperawatan tersebut sejalan dengan paradigma keperawatan yang menempatkan manusia sebagai core/focus sentral , sehingga siapapun dan bagaimanapun kondisi klien harus tetap diperlakukan secara manusiawi.





PRAKTEK KEPERAWATAN



Praktek keperawatan adalah perwujudan profesi, dalam hal ini adalah hubungan professional antara perawat-klien yang didasarkan pada kebutuhan dasar klien, intervensi keperawatan untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar klien tersebut didasari oleh penalaran legal etis disertai dengan pendekatan yang manusiawi (humane). Intervensi tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan klien, dengan atau tanpa kolaborasi denagn profesi kesehatan lain sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.



Intervensi (perlakuan) keperawatan dapat diwujudkan melalui upaya-upaya promotif yaitu membantu seseorang baik yang sehat maupun disable untuk meningkatkan level of

Wellness; preventif dalam hal ini adalah mencegah penyakit dan atau kecacatan, restoratif & rehabilitatif adalah asuhan selama kondisi sakit dan upaya pemulihannya, serta consolation of the dying yaitu pendampingan bagi klien yang menghadapi kematian

sehingga dapat melalui fase-fase kematian secara bermartabat dan tenang .



Jadi, praktek keperawatan merupakan serangkaian proses yang humanistic untuk melakukan diagnosis terhadap respon klien dalam menghadapi masalah kesehatan dan dampaknya terhadap terpenuhi tidaknya kebutuhan dasarnya, menentukan perlakuan keperawatan yang tepat melalui bantuan keperawatan baik bersifat total, parsial atau suportif-edukatif, menggunakan pendekatan proses keperawatan dan berpedoman pada standar asuhan dalam lingkup wewenang dan tanggung jawabnya .





LINGKUP PRAKTEK KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH



Lingkup praktek keperawatan medikal-bedah merupakan bentuk asuhan keperawatan pada klien DEWASA yang mengalami gangguan fisiologis baik yang sudah nyata atau terprediksi mengalami gangguan baik karena adanya penyakit, trauma atau kecacatan. Asuhan keperawatan meliputi perlakuan terhadap individu untuk memperoleh kenyamanan; membantu individu dalam meningkatkan dan mempertahankan kondisi sehatnya; melakukan prevensi, deteksi dan mengatasi kondisi berkaitan dengan penyakit ; mengupayakan pemulihan sampai kliendapat mencapai kapasitas produktif tertingginya; serta membantu klien menghadapi kematian secara bermartabat.

Praktek keperawatan medikal bedah menggunakan langkah-langkah ilmiah pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi; dengan memperhitungkan keterkaitan komponen-komponen bio-psiko-sosial klien dalam merespon gangguan fisiologis sebagai akibat penyakit, trauma atau kecacatan.





LINGKUP KLIEN



Klien yang ditangani dalam praktek keperawatan medikal bedah adalah orang dewasa, dengan pendekatan one-to-one basis. Kategori dewasa berimplikasi pada penegmbangan yang dijalani sesuai tahapannya. Tugas-tugas perkembangan ini dapat berdampak pada perubahan peran dan respon psikososial selama klien mengalami masalah kesehatan, dan hal ini perlu menjadi pertimbangan perawat dalam melakukan kajian dan intervensi keperawatan. Pendekatan keperawatan harus memperhitungkan level kedewasaan klien yang ditangan, dengan demikian pe;ibatan dan pemberdayaan klien dalam proses asuhan merupakan hal penting, sesuai dengan kondisinya; ini berkenaan dengan Self-caring capacities





LINGKUP GARAPAN KEPERAWATAN



Untuk membahas lingkup garapan keperawatan medikal-bedah, kita perlu mengacu pada focus telaahan lingkup garapan dan basis intervensi keperawatan seperti telah dibahas pada bagian awal tulisan ini.

Fokus telaahan keperawatan adalah respon manusia dalam mengahdapi masalah kesehatan baik actual maupun potensial. Dalam lingkup keperawatan medikal bedah, masalah kesehatan ini meliputi gangguan fisiologis nyata atau potensial sebagai akibat adanya penyakit, terjadinya trauma maupun kecacatan berikut respon klien yang unik dari aspek-aspek bio-psiko-sosio-spiritual. Mengingat basis telaahan respon klien bersumber dari gangguan fisiologis, maka pemahaman akan patofisiologis atau mekanisme terjadinya gangguan dan (potensi) manifestasi klinis dari gangguan tersebut sangat mendasari lingkup garapan dan intervensi keperawatan.

Penyakit, trauma atau kecacatan sebagai masalah kesehatan yang dihadapi klien dapat bersumber atau terjadi pada seluruh system tubuh meliputi system-sistem persyrafan; endokrin; pernafasan; kardiovaskuler; pencernaan; perkemihan; muskuloskeletal; integumen; kekebalan tubuh; pendengaran ; penglihatan serta permasalahan-permasalahan yang dapat secara umum menyertai seluruh gangguan system yaitu issue-isue yang berkaitan dengan keganasan dan kondisi terminal.







Lingkup Garapan

Lingkup garapan keperawata adalah kebutuhan dasar manusia, penyimpangan dan intervensinya. Berangkat dari focus telaahan keperawatan medikal bedah diatas, lingkup garapan keperawatan medikal bedah adalah segala hambatan pemenuhan kebutuhan dasar yang terjadi karena perubahan fisiologis pada satu atau berbagai sistem tubuh; serta modalitas dan berbagai upaya untuk mengatasinya.

Guna menentukan berbagai hambatan pemenuhan kebutuhan dasar mansuai dan modalitas yang tepat waktu untuk mengatasinya dibutuhkan keterampilan berfikir logis dan kritis dalam mengkaji secara tepat kebutuhan dasar apa yang tidak terpenuhi, pada level serta kemungkinan penyebab apa (diagnosis keperawatan). Hal ini akan menentukan pada perlakuan (treatment) keperawatan, dan modalitas yang sesuai. Disibi dibutuhkan keterampilan teknis dan telaah legal etis.





Basis Intervensi

Dari focus telaahan dan lingkup garapan keperawatan medikal bedah yang sudah diuraikan sebelumya, basis intervensi keperawatan medikal bedah adalah ketidakmampuan klien (dewasa) untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. (Self care deficit). Ketidakamampuan ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara tuntutan kebutuhan (Self care demand) dan kapasitas klien untuk memenuhinya (Self-care ability) sebagai akibat perubahan fisiologis pada satu atau berbagai system tubuh. Kondisi ini unik pada setiap individu karena kebuthan akan self-care (Self care requirement) dapat berbeda-beda, sehingga dibutuhkan integrasi keterampilan-keterampilan berfikir logis-kritis, teknis dan telaah legal-etis untuk menentukan bentuk intervensi keperawatan mana yang sesuai, apakah bantuan total, parsial atau suportif-edukatif yang dibutuhkan klien.





KONSEKUENSI PROFESIONAL



Menutup sementara tulisan ini ada berbagai konsekuensi logis yang masih harus dipikirkan sebagai acuan bagi praktisi kpeerawatan pada area keperawatan medikal bedah. Melihat kompleksitas focus telaahan, lingkup garapan dan basis intervensi area keperawatan medikal bedah dan konsekuensi profesionalnya perlu dirumuskan :

Standar performance untuk acuan kualitas asuhan

Kategori kwalifikasi perawat untuk menentukan kelayakannya sebagai praktisi

Sertifikasi dan lisensi keahlian yang senantiasa diperbaharui untuk memberi jaminan kemanan bagi pengguna jasa keperawatan.







* F. Sri Susilaningsih, Staf edukatif dan koordiantor bagian Keperawatan Medikal Bedah pada PSIK FK Unpad

























Kepustakaan



1. Luckmann & Sorensen, 1993, Medikal and Surgical Nursing; A. Psychophysiologic Approach, 4 th ed , Philadelphia : W.B. Saunders, CO.

2. Orem, 2001, Nursing : Concept at Practice, 6th ed, St. Louis; Mosby Inc.

3. American Nurses Association : A Statement of the Scope at Medical-Surgical Nursing Practice.

4. Dochtsmar and Grace, 2001, Current Issues in Nursing, St. Louis: Mosby Inc.

5. http://amsn.nurse.com/resource/curricul.htm, AMSN official Position Statement on; Identification of the Registered Nurse in the Work Place.

6. Http://www.nursing power.net/nursing/sps.html: ANA-Nursings Social Policy Statement.

7. Http://www.nursing world.org/ojin/topic 15/tpc 156.htm Skateboards at Nursing and Scope of practice of Registered nurses Performing Complimentary Therapies.

04.12

artikel gawat darurat lagi

A.Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
B.Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.

C.Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.


D.Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.

E.Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
1.Tempat kejadian
a.kecelakaan lalu lintas,
b.kecelakaan di lingkungan rumah tangga ;
c.kecelakaan di lingkungan pekerjaan ;
d.kecelakaan di sekolah;
e.kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat rekreasi, perbelanjaan, di
arena olah raga. dan lain-lain.
2.Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing. tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
3.Waktu kejadian :
a.waktu perjalanan (traveling/trasport time):
b.waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain

F.Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.

G.Bencana
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongar. dan bantuan.

II. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)

A.Tujuan
1.Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat, hingga
dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.
2.Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang Iebih memadai.
3.Menanggulangi korban bencana.

B.Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu sistem/organ di bawah ini yaitu :
1.Susunan saraf pusat
2.Pernapasan
3.Kardiovaskuler
4.Hati
5.Ginjal
6.Pancreas

Kegagalan (kerusakan) sistem/organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1.Trauma/cedera3
2.lnfeksi
3.Keracunan (poisoning)
4.Degenerasi (failure)
5.Asfiksi
6.Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolie)
7.Dan lain-lain.

Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). sedangkan kegagalan sistim/organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Pendenta Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh:
1.Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2.Kecepatan meminta pertolongan
3.Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
a.ditempat kejadian
b.dalam perjalanan kerumah sakit
c.pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit

III. SISTEM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT
A.Tujuan
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada daam keadaan gawat darurat.
Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi.
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
1.Penanggulangan penderita di tempat kejadian
2.Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih
memadai.
3.Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita
gawat darurat.
4.Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli
5.Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan
ICU).
6.Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.

B.Komponen Sistem Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
1.Komponen Pra Rumah Sakit (Luar R.S.)
a.Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Orang Awam dan Petugas Kesehatan (Sub
Sistem Ketenagaan).
Pada umumnya yang pertama menemukan penderita gawat darurat di tempat musibah adalah masyarakat yang dikenal dengan istllah orang awam. Oleh karena itu, sangatlah bermanfaat sekali bila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan keterampilan dalam penanggulangan penderita gawat darurat.
1)Klasifikasi orang awam:
Ditinjau dan segi peranan dalam masyaakat orang awam dibagi 2 (dua) golongan.
a)Golongan awam biasa antara lain:
(1)guru-guru
(2)pelajar
(3)pengemudian kendaraan bermotor
(4)ibu-ibu rumah tangga
(5)petugas hotel, restoran dan lain-lain.

b)Golongan awam khusus antara lain:
(1)anggota polisi
(2)petugas Dinas Pemadam Kebakaran
(3)satpam/hansip
(4)petugas DLLAJR
(5)petugas SAR (Search and Rescue)
(6)anggota pcamuka (PMR)

Kemampuan Penanggutangan Pendenta Gawat Darurat (Basic Life Support) yang harus dimiliki oleh orang awam
(1)cara meminta pertolongan
(2)resusitasi kardiopulmuner seoerhana
(3)cara menghentikan perdarahan
(4)cara memasang balut/bidai
(5)cara transportasi penderita gawat darurat

Anak-anak lebih mudah menerima pelajaran penanggulangan penderita gawat darurat, terutama kalau dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Anak-anak akan menjadi dewasa dan pengetahuan ini akan tetap dimiknya.
Kernampuan yang harus dimiliki oleh orang awam khusus antara lain:
(1)Kemampuan penanggulangan pendenta gawat darurat seperti orang awam (Basic Life
Support) ditambah.
(2)Kemampuan menanggulangai keadaan gawat darurat sesuai bidang pekerjaannya.

2)Tenaga perawat/paramedis
Di samping pengetahuan dasar keperawatan yang telah dimiliki oleh perawat, mereka harus rnemperoleh tambahan pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat (Advance Life Support) termasuk PHTLS dan PHCLS untuk melanjutkan pertolongan yang sudah diberikan.
Kernampuan PPGD yang harus dimiliki tenaga pararnedik adalah:
a)Untuk sistem pernapasan
(1)mengenal adanya sumbatan jalan napas
(2)membebaskan jalan napas .(orapharyngeal air way) sampai dengan intubasi endotracheal
(3)memberikan napas buatan
(a)pernapasan mulut ke mulut
(b)dengan resusitator manual dan otomatik
(4)melakukan resusitasi kardiopulmuner
b)Untuk sistim sirkulasi (jantung)
(1)mengenal aritmia jantung, shok, infark jantung
(2)memberi pertolongan pertama pada aritmia. infrak jantung
(3)membuat rekaman jantung (EKG)
c)Untuk sistim vaskuler
(1)menghentikan perdarahan
(2)memasang infus/transfusi
(3)merawat infus-infus CVP
d)Untuk sistim saraf
(1)mengenal koma dan memberi pertolongan pertama
(2)memberikan pertolongan pertama pada trauma kepada
(3)mengenal stroke dan memberi pertolongan pertama
Kemampuan a) + b) + C) + d) dalam penanggulangan pra rumah sakit yaitu Pre Hospital Trauma Life Support (PHTLS) dan Pie Hospital Cardiac Life Support (PHCLS)
e)Untuk sitim imunologi
(1)mengenal renjatan/shock anafilaksis
(2)memberikan prtolongan pertama pada shock
f)Untuk sisfim gastro intestional
(1)mampu rnerawat/mempersiapkan operasi pada penderita dengan akut abdomen.
g)Untuk sistem skeletal
(1)mengenal patah tulang
(2)mampu memasang bidai
(3)mampu mentransportasi penderita dengan patah tulang (tungkai dan tulang punggung)
h)Untuk sistim kulit
(1)memberikan pertololidan pertama pada luka
(2)memberikan pertolongan pada iuka bakar

i)Untuk sistim reproduksi
(1)mampu melayani persalinan
(2)memberikan pertolongan pertama pada keadaan darurat obstetri-ginekologi

j)Untuk FarmakologilToksikologi
(1)mampu memberikan pertolongan pertama pada keracunan
(2)mampu memberikan pertolongan pertama pada penyalahgunaan obat
(3)mampu membenkan pertotongan pertama pada gigitan binatang

k)Untuk Organisasi
(1)mengetahui sistim penanggulangan pendenta gawat darurat
(2)mengetahui sistirn penanggulangan korban bencana di rumah sakit dan kota tempat
bekerja

3)Tenaga Medis (Dokter Umum)
Di samping pengetahuan medis yang telah dikuasai, dokter umum perlu mendapat pengetahuan dan keterampian tambahan agar mampu menanggulangi penderita gawat darurat.
Kemampuan yang harus dimiliki adalah:
a)Untuk sistim pemapasan
(1)mengenal adanya sumbatan jalan napas
(2)membebaskan jalan napas (oropharyngeal air way)
(a)intubasi endotracheal
(b)melakukan tricothyroidectomi
(3)melakukan resusitasi kardiopulmoner (ABCD) dan memberikan obat-obatan yang perlu.
b)Untuk sistimsirkulasi
(1)mengenal aritmia jantung
(2)memberikan pertolongan pertama pada antmia
(3)mengenal infark jantung
(4)memberikan pertolongan pertama pada penderita infark miokard (DC)
(5)membuat/membaca EKG
(6)menangguangi renjatan/syok.
c)Untuk sistim vaskuler
(1)menghentikan perdarahan
(2)memberikan transfusi darah dan terapi cairan/elektiolit
(3)memesan/membaca dan merawat CVP
d)Untuk sistim saraf
(1)menegakkan diagnosa/diagnosa diferensial koma dan kelainan darurat sistim saraf Pusat
(2)mengetahui pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan pada keadaan koma, keadaan
darurat SPP a)+ b) + c) + d) adaah kernampuan ATLS dan ACLS
e)Untuk sistim imunologi
(1)menanggulangi keadaan alergi akut
(2)menanggulangi keadaan renjatan/syok anaftlaksis

f)ntuk sistim kulit
(1)mengenat berbagai jenis luka
(2)mampu menanggulangi berbagai perlukaan
g)Untuk sistim gastrointestinal
(1)mendiagnosis akut abdomen
(2)menanggulangi akut abdomen (memasang nasogastric tube)
h)Untuk sistim skeletal
(1)mengenal dan mendiagnosis patah tulang
(2)memasang bidai
(3)merigetahui cara pengangkutan penderita dengan fraktur/patah tulang.
(4)merawat patah tulang secara konservatif

i)Untuk sistim reproduksi
(1)mengenal kelainan darurat obstetri/ginekologi
(2)memberikan pertolongan pertama dan pengobatan pada keadaan darurat obstetri/ginekologi

j)Mengenal gagal hati, gagal ginjal, gagal pankreas dan mampu menanggulangi koma.

k)Untuk farmakologi/toksikologi
(1)mengenal keadaan penyalahgunaan obat/keracunan/ gigitan binatang
(2)membenkan pertolongan pertama pada penyalahgunaan obat/ keracunan /gigitan binatang

l)Untuk organisasi
(1)mengetahui sistim penanggulangan pendenta gawat darurat
(2)mengetahui sistim penanggulangan korban bencana di rumah sakit dan Rota tempat bekerja.

Dalam memasyarakatkan penanggulangan penderita gawat darurat yang penting adalah:
(1)semua pusat pendidikan penanggulangan penderita gawat darurat mempunyai kurikulum yang sama.
(2)mempunyai sertifikat dan lencana tanda lulus yang sama.

Dengan demikian instansi manapun yang menyelenggarakan pendidikan penangulagan pendenta gawat darurat, para siswa akan mempunyai kemampuan yang sama. Lencana akan memudahkan mereka memberikan pertolongan dalam keadaan sehari-han maupun bila ada bencana.

b.Upaya Pelayanan Transportasi Penderita Gawat Darurat (Sub Sistim Transportasi).
1)Tujuan
Memindakan penderita gawat darurat dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.

2)Sarana transportasi terdiri dari
a)kendaraan pengangkat
b)peralatan medis dan non medis
c)petugas (tenaga medi/paramedis)
d)obat-obatan life saving dan life support

3)Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi pendenita gawat darurat
a)sebelum diangkat
(1)gangguan pernapasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi
(2)perdarahan telab dihentikan
(3)luka-luka telah ditutup
(4)patah tulang tetah difiksasi
b)selama perjalanan harus sealu diperhatikan dan dimonitor
(1)kesadaran
(2)pemapasan
(3)tekanan darah
(4)denyut nadi
(5)keadaan luka

4)Sesuai dengan keadaan geografis di Indonesia yang terdri dan ribuah pulau, maka
jenis kendaraan yang dapat digunakan pada umumnya adalah:
a)Kendaraan Darat
(1)Angkutan trandisional
(a)kereta kuda/lembu
(b)tandu/digotong
(2)Angkutan modern
(a)kendaraan umum roda empat: berupa trauk dan pic up station, kereta api dll
(b)kendaraan roda tiga: berupa bemo, bajaj, beca dan lain-lain.
(c)kendaraan khusus untuk penderita yaitu ambulan darat

b)Kendaraan laut
(1)angkutan tradisional
(a)perahu
(b)rakit
(2)angkutan modern
(a)kapal, perahu motor
(b)ambulan laut
c)Kendaran udara (ambulans udara)

5)Ambulans (Kendaraan Pelayanan Medik)
a)Ambulan darat
(1)Fungsi ambulans darat secara umurn adalah
(a)alat untuk transportasi penderita (200 km)
(b)sebagai sarana kesehatan untuk menangguIang penderita gawat darurat di tempat
kejadian
(c)sebagai rumah sakit lapangan pada penanggulangan penderita gawat darurat dalam
keadaan bencana
(2)Klasifikasi ambulans sesual fungsinya sebagai berikut
(a)ambulans transportasi
(b)ambulans gawat darurat
(c)ambulans rumah sakit lapangan
(d)ambulans pelayanan medik bergerak
(e)kereta jenazah

Tujuan penggunaan. persyaratan kendaraan secara teknis, medis dan kebutuhan tenaga pengelota lihat lampiran 1
b)Ambulans Air
Sama dengan ambulans darat
c)Ambulans Udara
(1)Fungsi ambulans udarata adalah
Sebagai alat angkut udara penderita gawat darurat dan lokasi kejadian ke rumah sakit
(2)Jenis pesawat udara yang digunakan sebagai ambulans udara adalah:
(a)jenis Rotary Wing (helikopter 500 km)
(b)jenis Fixed Wing (sayap letap tak terbatas)

Helikopter dibagi dalam 2 jenis
(a)helikopter kecil (3-5 tempat duduk + 1-2 tandu.)
(b)helikopter besar (7-15 tempat duduk + lebih 2 tandu)

untuk peralatan, personi dan persyaratan Iainnya lihat lampiran II.

c.Upaya Pelayanan Komunikasi Medik untuk Penangguangan Penderjta Gawat Darurat
Pada dasarnya petayanan komunikasi di sektor kesehatan terdin dan:
1)Komunikasi kesehatan
Sistim kornunikasi ini digunakan. untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang administratip
2)Komunikasi medis
Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang petayanan kesehatan di bidang teknis-rnedis.
a)Tujuan
Untuk mempermudah dan mempercepat penyampaian dan penerimaan informasi datam rnenanggulangi penderita gawat darurat.
b)Fungsi komunikasi medis dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah:
(1)Untuk memudahkan masyarakat daarn meminta pertolongan kesarana kesehatan (akses kedalam sistim GD)
(2)Untuk mengatur dan membimbing pertolongan medis yang diberikan di (empat kejadian dan selama perjalanan kesarana kesehatan yang lebih memadai.
(3)Untuk mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darucat dan puskesmas ke rumah sakit atau antar rumah sakit.
(4)Untuk mengkooidinir pei I inJgua igan ii tedik korban bencana.

d.Jenis Komunikasi
Teknologi komunikasi di Indonesia telah berkembang pesat dan sernakin modern, namun demikian sarana komunikasi medis belum sepenuhnya menjangkau dan dikembangkan di seluruh pelosok tanah air. Oleh karena itu, jenis komunikasi dalam penanggulangan penderita gawat darurat dapat berupa:
1)Komunikasi tradisionil
a)kentongan
b)beduk
c)trompet
d)kurir/mulut ke mulut
2)Komunikasi modern
a)telepon/telepon gengjam
b)radio komunikasi
c)teleks/telegram
d)facsimile
e)komputer
f)telemetri (EKG data transrnision)

e.Sarana Komunikasi
Yang dimaksud dengan sarana kornunikasi adalah berupa:
1)Sentral komunikasi (Pusat konunikasi)
a)Fungsi Pusat Komunikasi
(1)Mengkoordinir penanggulangan penderita gawat darurat mulai dari tempat kejadian sampai ke sarana kesehatan yang sesuai (rumah sakit) yaitu dengan:
(a)menerma dan nenganalisa permintaan pertolongan
(b)mengatur ambuians terdekat ke tempat kejadian
(c)menghubungi rumah sakit terdekat untuk mengetahui fasilitas yang tersedia (tempat tidur kosong) pada saat itu yang dapat diberikan untuk penderita gawat darurat
(d)Mengatur/memonitor rujukan penderita gawat da rurat.
2)Menjadi pusat komando dan mengkoordinasi penanggulangan medis korban bencana.
3)Berhubungan dengan sentral komunikasi medis dari kota lain, instansi lain dan katau perlu dengan negara lain.
4)Dapat diambil aTih oleh aparat keamanan (ABRI) bila negara berada dalam keadaan darurat (perang)
b)Syarat-syarat sentral komunikasi
(1)Harus mempunyai nomor telepon khusus (sebaiknya 3 digit).
(2)Mudah dihubungi dan memberikan pelayanan 24 jam sehari
(3)Dilayani oleh tenaga medis atau paramedis perawatan yang trampil dan berpengalaman.
c)Syarat alat sentral komunikasi
(1)Telepon
(2)Radio komunikasi
(3)Teleks/facsimile
(4)Komputer bila diperlukan
(5)Tenaga yang trampil dan komunikatif
(6)Konsulen medis yang menguasai masalah kedaruratan medis.

2) Jaringan kmunikasi

Agarahasia medis setiap penderita tetap terjamin, maka tenaga untuk keperluan komunikasi seyogianya adalah tenaga medis atau paramedis perawatan yang telah dididik dalam bidang penanggulangan penderita gawat darurat bidang komunikast.

2.Komponen Intra Rumah Sakit (dalam R.S.)
a.Upaya Pelayanan Penderita Gawat Darurat di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit (Sub-Sistim Pelayanan Gawat Darurat)

Seringkah Puskesmas berperan sebagal pos terdepan dalam rnenangguangi penderita seb&uin mempeoeh penanganan yang memadai di rumah sakit.

Oleh karena itu Puskesmas dalam wilayah kerja tertentu harus buka 24 jam dan mampu dalam hal:
1)Melakukan resusitasi dan life support
2)Melakukan rujukan penderita-penderita gawat darurat sesuai dengan kemampuan
3)Menampung dan menanggulangi korban bencana
4)Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi dan rumah sakit rujukan.
5)Menanggulangi false. emergency oaik medikal dan surgikal (bedah minor)

Puskesmas tersebut harus dilengkapi dengan:
1)Laboratorium untuk menunjang diagnostik
Seperti: Hb, Ht, leukosit, urine dan gula darah
2)Tenaga: 1 dokter umum dan paramedis (2-3 orang pararnedis yang sudah mendapat pendidikan tertentu dalam PPGD)

Rumah Sakit merupakan terminal teraknhr dalam menanggulangi penderita gawat darurat. OIeh karena itu fasilitas rumah sakit. khususnya unit gawat darurat harus dilengkapi sedemikian rupa sehingga mampu menanggulangi penderita gawat darurat (to save life and limb).

Unit Gawat Darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari rangkaian upay oenanqcutanqan penderita gawat darurat yang pertu diorganisir.

Tidak semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat yang lengkap dengan tenaga memadai dan peralatan canggih. karena dengan demikian akan terjadi penghamburan dana dan sarana. Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat harus memperhatikan 2 (dua) aspek yaitu:
1)Sistim rujukan penderita gawat darurat
2)Beban kerja rumah sakit dalam menanggulangi penderita gawat da rurat

Dengan memperhatikan kedua aspek tersebut. maka kategorisasi (akreditasi) unit gawat darurat tidak selalu sesuai dengan kelas rumah sakit yang bersangkutan. Rumah Sakit tertentu dapat mengembangkan unit gawat darurat dengan kategorisasi yang lebih tinggi atau Iebih rendah dan kelas rumah sakit tersebut. Kategosasi/akreditsi Unit Gawa Darurat (lihat lampiran III)

Pedoman Pengembangan Pelayanan Gavwat Darurat di Rumah Sakit
1)Tujuan
Suatu Unit Gawat Darurat (UGD) harus mampu memberikan pelayanan dengan kwalitas tinggi pada masyarakat dengan problim medis akut.
Interpretasi:

Harus mampu
a)mencegah kematian dan cacat
b)melakukan rujukan
c)menanggulangi korban hencana
Kriteria:
a)Unit Gawat Darurat haru buka 24 jam
b)Unit Gawat Darurat juga hams melayani penderita-penderita false emergency tetapi tidak boleh menganggu/mengurangi mutu pelayanan penderita-penderita Gawat Darurat
c)Unit Gawat Darurat sebaiknya hanya melakukan rpmary care.
Sedangkan definitive care dilakukan ditempat lain dengan cara.kerjasama yang baik.
d)Unit Gawat Darurat harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD).
e)Unit Gawat Darurat hams melakukan riset guna meningkatkan mutu/kwalitas pelayanan kesehatan masyarakat sekitarnya
2)Organisasi, Administrasi, Catatan Medis
Unit Gawat Darurat harus mernenuhi kebutuhan masyarakatdalam Penanggutangan Pendenta Gawat Darurat dan dikelola sedemikian rupa sehingga terjalin kerjasama yang hrmons dengan unit-unit dan instalasi-instalasi lain dalam rumah sakit.

Kriteria:
a)Seorang petugas medis harus menjadi penanggung jawab Unit Gawat Darurat
Interpretasi:
Petugas medis mi dapat seorang dokter ahli. dokter umum maupun perawat, tergantung pada klas rumah sakit. Yang penting ialah:
(1)Tertarik/mempunyai perhatian khusus dalam bidang kedokteran gawat darurat;
(2)mempunyai kemampuan memimpin; dan
(3)ia harus dibantu oleh perwakilan unit-unit lain yang bekerja di Unit Gawat Darurat.

b)Harus ada seorang perawat ldokter yang menjadi penanggung jawab harian.
interpretasi:
Ia bertanggung jawab atas mutu pelayanan pada hari itu.

c)Harus ada kerjasama yang saling menunjang antar Unit Gawat Darurat dengan:
(1)unti-unti dan instalasi-instalasi lain di rumah sakit
(2)ambulans servis.(tipe 118)
(3)dokter-dokter yang berpraktek / tinggal di sekitarnya
(4)puskesmas-puskesmas di sekitar
(5)dan instansi kesehatan lainnya.

d)Harus mempunyai peranan inti dalam:
(1)Disaster planning rumah sakit maupun kota dimana dia berada
(2)penanggulangan penderita gawat darurat di rurnah sakitnya sendin dilengkapi dengan Unit Perawatan Intensip (ICU)

e) Semua personalia unit gawat darurat mengenal dan menghayati sistirn penanggulangan penderita gawat darurat d unitnya maupun penangguangan penderita gawat darurat nasionat.
Semua petugas balk medis maupun pararnedis harus seIau memperhatikan:
(1)sopan santun
(2)hak dan rahasia medis penderita
(3)waktu menunggu tindakan medis
(4)kebutuhan rohani penderita
(5)kerjasama dan disipin kerja mempunyai prioritas yang tinggi.
f) Sernua penderita yang masuk unit gawat darurat harus jelas identitasnya. Interpretasi:
(1)Biodata dan kelengkapan administrasi
(2)Catatan medis yang baik
(3)Kalau penderita tak dikenal/tak ada keluarga yang mengantar harus diusahakan semaksirnum mungkin untuk mencari dan menahubungi keluarga.

g) Semua penderita yang datang ke unit gawat darurat harus melalu: Triage Otficer.
Interpretasi:
Triage adalah sistim:
(1) Seleksi problim seorang enderita (dalam keadaan sehari-hari)
(2) Seleksi pendenta (dalam Keadaan bencana)

Triage diakukan oleh orang yang paling berpengaarnan dan harus dapat menentukan organ mana tergangg. dan dapat menyebabkan kematian dan menentukan penanggulangannya. Triage otficer dapat seorang dokter ahhl, dokter umum ataupun perawat sesuai dengan kelas atau kebijaksanaan rumah sakit.

h) Unit Gawat Darurat atau Rurnah Sakit clengan pelayanan terbatas harus mempunyai sistem rujukan yang jelas.
Interpretasi:
Puskesmas dan rumah sakit kelas D yang hanya mampu melakukan resusitasi dan life support sementara, harus mempunyai komunikasi (telepon, radio) dengan rumah sakit kelas iebih tinggi yang terdekat

i) Pendenta-penderita gawat darurat harus mendapa:
pengawasan ketat selama ia berada di dalam Unit Gawat Darurat.
Interpretasi:
Unit Gawat Darurat harus mempunyai peralatan, obat-obatan dan persolania yang memadai untuk melakukannya
Pengawasan ini harus dilakukan terus menerus baik di ruang Unit Gawet Darurat maupun sewaktu diangkut ke rumah sakit lain

j) Penunjang pelayanan medis seperti alat, obat dan personalia harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan 24 jam.
Interpretasi:
(1)Daftar jaga:
(a)personalia (dokter. perawat, tenaga administrasi)
(b)konsulen
(2)Radiologi, laboratorium termasuk hernatologi. biokimia baktenologi dan patologi diatur sesuai dengan kemampuan rumah sakit dan kebutuhan penderita.
(3)Depot darah
(4)Farmasi sangat penting sehingga persediaan obat-obat infus, plasma expander, alat-alat steril, alat-alat dlsposlble dan linen cukup untuk 24 jam.

k) Penderita keluar dan Unit Gawat Daru rat harus jelas:
(1)dimana dirawat
(2)peluang
(a)keterangan penyakitnya
(b)kapan dan kemana kontrol

I) Catatan medis yang iengKap untuk setiap penderita
Interpretasi:
(1)Catatan medis harus bekera 24 jam
(2)Catatan medis minimum.

harus mencakup:
(a)tanggal dan jam tiba
(b)resume catatan klinik, laboratorium, x-ray
(c)catatan tentang tindakan dan tanggal serta jam dilakukan
(d)nama dan tanda tangan petugas medis

3)Personalia dan Pimpinan
Personalia Unit Gawat Darurat mulal dan pimpinan, dokter. perawat dan personalia non medis harus memenuhi kwalifikasi tertentu sehingga mampu memberikan pelayanan Penanggu angan Gawat Darurat yang optimal.

Kriteria:
a)Jumlah dan kwalitas personalia harus memenuhi syarat
(1)Karena ilmu kedokteran gawat darurat tidak diberikan secara integrated dalam kurikulum Fakultas Kedokteran dan belum lengkap dalam kurikulum pendidikan perawat maka sebaiknya para dokter dan perawat yang akan bekerja di Unit Gawat Darurat atau Puskesmas -harus mendapat kursus tambahan dalarn ilmu kedokteran gawat darurat.
(2)Tenaga non medis harus mendapat kursus Penanggulangan Penderita Gawat Darurat sebagai orang awam.
(3)Karena Unit Gawat Darurat pada rumah sakit kias A dan B juga tempat belajarnya mahasiswa dan perawat maka sebelum bekerja praktek disitu harus sudah mendapat/ sedang mendapat pelajaran ilmu KedoKteran. gawat darurat. Mereka harus dibawah pengawasan/bimbingan seorang dokter atau perawat dan Unit Gawat Darurat.
(4)Jumlah petugas medis disesuaikan dengan beban kerja dan kelas rumah sakit
(5)Tenaga non medis selain pekarya juga diperlukan untuk
(a)catatan medis
(b)keuangan
(c)keamanan
(d)asuransi
-Jasa Raharja Akses
-Astek
b)Harus mempunyai skema organisasi muiai dan pimpinan sampai petugas yang paling
rendah dengan job description nya dan jalur tanggung jawabnya.
c)Pertemuan staf yang reguler untuk menjaga kornunikasi antar petugas dan
kebiasaan-kebiasaan yang baik.
d)Seorang petugas baru sebelum bekerja Sendiri harus mendapat / melalui program
orientasi dan induction
e)Harus ada program cara menilai mutu petugas feedback.
f)Kalau ada petugas yang pindah maka harus diminta pendapatnya tentang Unit Gawat
Darurat bersangkutan yaitu positif maupun negatifnya dan usul-usul.

04.10

artikel gawat darurat

Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan keperawatan yang diberikan kepada, Individu, keluarga/orang terdekat dan masyarakat yang diperkirakan atau sedang mengalami keadaan yang mengancam kehidupan dan terjadi secara mendadak dalam suatu lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.Dalam keperawatan Kegawatan ada 2 istilah yang biasa digunakan yaitu:
1. Intensive care/perawatan intensif merupakan proses keperawatan yang memerlukan pemantuan terus menerus.
2. Critical care/Perawatan kritis dimana pasien berada dalam keadaan gawat.

Kedua jenis perawatan ini memerlukan :
a. Ruangan yang khusus
b. Alat/fasilitas khusus
c. Tenaga yang terlatih

Cakupan KGD meliputi penetapan diagnosis keperawatan dan manajemen respon pasien/keluarganya terhadap kondisi kesehatan yang terjadi mendadak

Pel Kep gawat darurat tidak terjadwal dan biasanya dilaksanakan diruangan gawat darurat (Emergency), Ambulan G.DRuang Kep Kritikal (ICU)

Rentang Areal Pel Gawat-Darurat

Tempat Kejadian

Trasportasi, Pos Siaga dan Komunikasi

UGD

Kamar Bedah

ICU


Tujuan Utama dari Penanganan Keadaan Darurat
- Mempertahankan kehidupan
- Mencegah kerusakan sebelum tindakan/perawatan selanjutnya
- Menyembhkan pasien pada kondisi yang berguna bagi kehidupan

Filosofi Keperawatan Kegawatan

Beberapa hal yang dijadikan prinsip umum dalam perawatan pasien :
1. Pasien kritis/gawat disebabkan oleh banyak penyebab, namun penyebab kematian pada pasien mencakup masalah fisiologi.
2. Kematian pasien dapat dicegah dalam berbagai situasi, asalkan ada waktu untuk melakukan tindakan khusus.
3. pasien dalam ruangan intensif akan dirawat oleh perawat khusus yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah
4. Tindakan keperawatan tidak hanya didasarkan pada apa yang dilakukan, namun juga apa yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh pasien
5. Perawatan intensif akan dimungkinkan dapat diberikan bila ada tenaga yang terlatih, fasilitah yang cukup serta adanya alat-alat khusus.

Beberapa hal yang dijadikan prinsip Khusus dalam perawatan pasien :
1. Pertahankan jalan nafas, ventilasi yang adekuat dan lakukan resusitasi bila perlu
2. Kontrol adanya perdarahan dan resikonya
3. Evaluasi dan pertahankan cardiac output
4. Cegah dan lakukan perawatan pada keadaan shock
5. lakukan pengkajian fisik
6. Kaji apakah klien mengerti terhadap intruksi perawat
7. Evaluasi ukuran dan reaktifitas pupil dan respon motorik
8. Lakukan EKG jika perlu
9. cek adanya fraktur, termasuk fraktur servikal pada pasien trauma kepala
10. Lakukan perawatan luka
11. Cek apakah klien mempunyai kondisi medis tertentu ataupun alergi
12. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital, untuk menentukan tindakan selanjutnya.

Sistem Penanggulangan Penderita gawat Darurat
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi :
1. Penanggulangan penderita ditempat kejadian
2. Trasportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian kesaranan kesehatan yang lebih memadai
3. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita gawat darurat
4. Upaya rujukan ilmu pengetahuan pasien dan tenaga ahli
5. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat dan ditempat rujukan (Unit gawat darurat dan ICU)
6. Upaya pembiayaan gawat darurat

Proses Keperawatan Gawat darurat
Dipengaruhi oleh :
1. Waktu yang terbatas
2. Kondisi pasien yamg memerlukan bantuan segera
3. Kebutuhan pelayanan yang definitive diunit lain : OK, ICU
4. Informasi yang terbatas
5. Peran dan sumber daya


Sasaran Pel gawat darurat
Kecepatan resusitasi dan stabilitas pasien gawat yang mengalami perlakuan

Pengkajian Terhadap Prioritas Pelayanan :
1. Perubahan tanda vital yang signifikan ( hipo/hipertensi, hipo/hipertemia, distress pernafasan.
2. Perubahan /gangguan tingkat kesadaran
3. nyeri dada terutama pada pasien berusia > 35 tahun
4. nyeri yang hebat
5. perdaran yang tidak dapat dikendalikan
6. kondisi yang dapat memperburuk bila pengobatan ditangguhkan
7. hilangnya penglihatan secara tiba-tiba
8. prilaku membahayakan, menyerang
9. kondisi psikologi yang terganggu/permekosaan

Perencanaanm penanggulangan bencana di komunitas
1. Pembukaan komite/tim penanggulangan bencana
2. mengidentifikasi kemungkinan bahaya bencana pada daerah tertentu
3. mengadakan latihan/simulasi penanggulangan bencana.
4. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan hanya jika ada kondisi yang membahanyakan.
5. jangasn memberi minum jika ada trauma abdomen atau diperkirakan kemungkinan tindakan anestesi umum dalam waktu dekat
6. janga dipindahkan sebelum pertolongan perawat selesai dilakukan dan terdapat alat trasportasi yang memadai.

Penanggulangan saat kejadian
1. Pengelolaan jaringan komunikasi yang efektif
2. Blok area/daerah bencana
3. Mengupayakan jaringan trasportasi yang terbuka tapi terorganisasi
4. Pelaksanaan triage

Dampak Kegawatan Pada Pasien
Dampak Psikologis
Pasien diruang perawatan intensif mengalami keadaan yang sangat kritis atau mengancam kehidupan. Keadaan penyakitnya, lingkungan yang asing, penggunaan alat dan stimulus terus menerus yang mengakibatkan stress berat.
Untuk mengatasi keadaan ini menggunakan koping yang berupa:
- Menolak
- Marah
- Pasif/agresif

Tindakan Keperawatan Dampak Psikologis
- Membantu klien menentukan koping yang sesuai atau memodifikasi koping yang telah dilakukan
- Memberikan kesempatan pasien melakukan sesuatu untuk dirinya.
- Memberikan kesempatan pasien untuk membuat keputusan untuk dirinya
- Memberitahukan kepada pasien kemajuan yang dialami, walaupun sedikit
- Panggil nama pasien untuk meningkatkan harga diri pasien
- Jelaskan kepada pasien bagaimana keadaanya. Alat yang digunakan, dan bagaimana alat tersebut dapat membantu serta kapan akan dicabut
- Jelaskan kepada pasien bahwa tanda/bunyi alarm yang tidak selalu berarti bahaya

Dampak Lingkungan Kegawatan Pada Pasien
1. Sensori Imbalance
Sensori imbalance berhubungan dengan stimulus dari ke lima indra. Kualitas dan kuantitas stimulus terhadap indra ini dapat dikontrol, namun pada pasien kegawatan seringkali tidak dapat mengontrol pengaruh lingkungan terhadap input sensori.
Tindakan Keperawatan yaitu :
- Mengorentasikan pasien pada lingkungan
- Menjelaskan prosedur yang dilakukan
- Usahaka
2. Sleep Deprivation
Pada pasien kegawatan kurang tidur dapat disebabkan oleh gangguan tidur, cemas, dan nyeri.
Perawat dapat mengatasi masalah ini dengan menjadwalkan tindakan, pencahayaan tidak berlebihan, tidak ribut, memberikan pasien support dan menyakinkan pasien.

Dampak Kegawatan Pada keluarga
Pendekatan holistic merupakan pendekatan yang penting dalam memberikan asuhan keperawatan, Individu yang sakit merupakan subsistem keluarga.
Reaksi terhadap keadaan gawat berpariasi tergantung pada respon individu terhadap stress dan bagaiman mereka mengatasi stressdalam keluarga.

Peran perawat membantu keluarga dalam mengatasi masalah melalui:
- memperhatikan kebutuhan keluarga berupa kebutuhan akan informasi menyangkut keadaan pasien dan hasil yang diharapkan
- Memenuhi kebutuhan fisik/personal mencakup waktu berkunjung
- Pemberian informasi setiap hari tentang keadaan pasien
- Orentasi peraturan ruangan dan tempat keluarga menunggu pasien

04.06

artikel gerontik pada lansia

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Peningkatan penduduk lansia pada dasarnya merupakan dampak positif dari pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan angka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Namun, di sisi lain pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui perubahan nilai-nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia.
Ada tiga dampak pembangunan yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia. Pertama, peningkatan prevalensi migrasi desa-kota. Kedua, meningkatnya aktivitas ekonomi wanita dan yang terakhir adalah perubahan sistem perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Hal ini selanjutnya menyebabkan terjadinya pemisahan/ keluarnya penduduk lansia dari struktur keluarga. Tiga bentuk pemisahan lansia dari struktur keluarga tersebut adalah ;
a. Spatial Separation
Peningkatan prevalensi migrasi desa-kota, menyebabkan banyak penduduk lansia yang ditinggal oleh keluarganya. Meningkatnya mobilitas penduduk yang pada umumnya dilakukan oleh penduduk usia muda menyebabkan banyak penduduk lansia tidak dapat lagi menjadi satu dengan keluarga (spatial separation). Kondisi semacam ini jelas sangat menyulitkan untuk tetap menyantuni orang tua mereka pada usia lanjut.

b. Cultural Separation
Pembangunan juga berdampak pada peningkatan pendidikan wanita. Peningkatan pendidikan akan menyebabkan nilai waktu wanita di luar rumah akan lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya alokasi waktu untuk pekerjaan-pekerjaan kerumahtanggaan, termasuk mengurus orang tua. Selain pendidikan wanita, peningkatan pendidikan generasi muda secara keseluruhan dan juga akibat kemajuan komunikasi menyebabkan terjadi perbedaan nilai budaya yang cukup tajam antara penduduk usia muda dan lanjut usia. Perbedaan tersebut akan mengakibatkan kesulitan untuk menggabungkan keduanya dalam satu kehidupan.
Fenomena ini disertai perubahan bentuk keluarga dari keluarga luas menjadi keluarga inti. Dalam suatu keluarga luas, beban sosial dan ekonomi keluarga dapat ditanggung bersama antara orang tua dan anak. Sementara itu, dalam usia lanjut, tugas perawatan orang tua dapat dilakukan oleh anak. Akan tetapi, dalam keluarga inti hal semacam itu telah berubah sama sekali akibat terjadinya perges-eran fungsi sosial dan ekonomi. Peran anak di bidang sosial seperti membantu pekerjaan rumah tangga, akan digantikan oleh orang lain, biasanya pembantu. Demikian juga dalam menemani dan merawat orang tua yang lanjut usia. Peran tersebut tidak lagi dilakukan oleh anak tetapi akan diambil alih oleh institusi atau pemerintah. Apabila hal ini yang terjadi maka lansia pada akhirnya bukan lagi bagian dari suatu keluarga.
c. Economic Separation
Bersamaan dengan proses pembangunan, sistem perekonomian akan mengalami perubahan dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Peranan orang tua yang tinggi dalam ekonomi secara tradisional, akan berkurang dalam masyarakat modern. Hal ini disebabkan angkatan kerja muda dengan pendidikan lebih baik lebih mampu menyesuaikan diri dengan teknologi baru dan akan mempunyai penghasilan yang lebih baik dari orang tuanya. Peningkatan mobilitas vertikal telah menyebabkan perubahan sikap perilaku dan aspirasi mereka terhadap aspek-aspek sosial budaya dan bahkan ekonomi. Hal ini diperkirakan telah menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab untuk menyantuni keluarga pada usia lanjut. Dilihat dari segi ekonomi, ada kecenderungan bahwa rumah tangga sebagai a unit of production shared telah berubah. Terlihat adanya pemilahan produksi antargenerasi, bahkan cenderung ke antarindividu. Hal ini jelas akan menyebabkan penduduk lanjut usia akan mengalami kesulitan dalam ekonomi.
Selain itu dalam masyarakat modern peranan orang tua sebagai sumber pengetahuan dan kebijaksanaan telah berkurang. Dalam masyarakat tradisional, peranan orang tua sangat penting dalam meneruskan pengetahuan secara lisan kepada anaknya. Dalam era modern, pengetahuan disalurkan melalui institusi-institusi formal seperti sekolah, perpustakaan, dan mass media. Oleh karenanya para orang tua merasa kehilangan rasa keintiman dan hubungan antar individu dalam keluarga, sehingga mereka merasa diasingkan.
Berkaitan dengan semua perubahan-perubahan tersebut, status orang tua juga mengalami perubahan yang berarti. Status orang tua yang tinggi dalam masyarakat dengan sistim keluarga luas, akan cenderung rendah pada masyarakat dengan keluarga inti. Status penduduk tua cenderung tinggi di masyarakat pertanian, akan rendah di masyarakat industri
Berdasarkan hal tersebut terlihat perubahan yang terjadi menyebabkan berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan sosial-ekonomi secara tradisional.
2.2 CIRI PASIEN GERIATRI DAN PSIKOGERIATRI

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
* Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
* Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
* Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
* Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.


2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN JIWA LANSIA

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
3. Perubahan Aspek Psikososial
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :

1. Gangguan jantung
2. Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
3. Vaginitis
4. Baru selesai operasi : misalnya prostatektom
5. Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
6. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer, serta
7. Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

* Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
* Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya
* Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
* Pasangan hidup telah meninggal
* Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb
Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia (lihat artikel MemahamiTipe Kperibadian Lansia)sebagai berikut:
Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya

ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia. (*)

2.4 BEBERAPA ALASAN TIMBULNYA PERHATIAN KEPEDA LANJUT USIA
BEBERAPA ALASAN TIMBULNYA PERHATIAN KEPEDA LANJUT USIA
Meliputi:
Pensiunan dan masalah-masalahnya. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke Meningkatnya jumlah lanjut usia
Pencemaran pelayanan kesehatan Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo perkembangan ilmu:
Program PBB Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983
Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit
Mahalnya obat-obatan Tahun Lanjut Uaia Internasional 1 Oktober 1999